Hukum Saktah
Segala puji bagi Allah tak hentinya kita lafazkan, karena begitu banyak nikmat yang sudah diberikan, nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat sehat wabil khusus nikmat diberikanya usia kita sekarang untuk membaca Artikel ini, dan semoga di usia sekarang kita selalu di mudahkan Istiqomah untuk beribadah dan beramal jariyah, Amin
Sholawat dan salam juga kita lantunkan kepada junjungan kita, Baginda nabi Muhammad SAW, karena dengan tuntunan serta bimbinganya, baik itu mengenai Tauhid maupun Aqidah Akhlak serta adab hubungan sesama manusia, akhirnya kita dapat keluar dari zamanya Jahiliyah (kegelapan) hingga sekarang ini.


Saktah dalam arti bahasa bahasa berasal dari wazan lafadz سُكُوْتًا يَسْكُتُ – سَكَتَ –
Pengertianya “diam atau tidak bergerak”, sedangkan menurut istilah adalah menghentikan bacaan (Al Qur’an) sejenak tanpa mengambil napas, di dalam ilmu Tajwid menyebutkan bahwa Saktah ialah menghentikan suara bacaan sejenak, sedangkan nafas tidak terputus, masih dalam kaitan membaca kalimat (belum waqaf).
Pada saat berhenti dengan tidak bernafas selama kurang lebih 1 alif atau 2 haraqat, didalam Alqur’an rawi Hafaz membaca saktah ada 4 tempat yaitu :
Dalam qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs bacaan saktah terdapat di empat tempat yaitu :
1. QS. Al-Kahfi: 1,الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا (1) قَيِّمًا
2. QS. Yaasiin: 52,قَالُوا يَاوَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا — هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (52)
3. QS. Al-Qiyamah: 27 danوَقِيلَ مَنْ –akan didalam Al-Qur’an- رَاقٍ (27)
4. QS. Al-Muthafifin: 14.كَلَّا بَلْ — رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14)
Keterangan :
Bacaan saktah pada ujung ayat sati dan awal ayat dua surah al-Kahfi seakan-akan menggambarkan perasaan orang-orang yang meremehkan risalah Muhammad saw. Semula mereka menganggapnya tak akan mampu berkembang, namun justru berdiri kokoh dan berkembang dianut banyak orang di dunia. Sesak rasanya dada mereka menyaksikan berkembang pesatnya agama Islam.
– Saktah pada lafadz (مَرْقَدِنَا)
قَالُوْا يَاوَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya).
Saktah ini terletak di Q.S. Yasin [36]: 52 dan terdapat di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menandakan akhir dari kalimat atau percakapan dan menjelaskan siapa yang berbicara.
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca Al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah) maka makna ayat menjadi ambigu karena percakapan kata (مَرْقَدِنَا) dan sebelumnya merupakan ucapan orang kafir. Sedangkan kata setelah (مَرْقَدِنَا) merupakan perkataan orang mukmin.
Menunjukkan ekspresi betapa sesaknya dada orang-orang yang tidak percaya pada hari kiamat, di saat kelengahan mereka tiba-tiba nyata terjadi kiamat yang memporak-porandakan tatanan duniawi.
– Saktah pada lafadz (مَنْ)
وَقِيْلَ مَنْ رَاقٍ
dan dikatakan (kepadanya), “Siapa yang dapat menyembuhkan?”
Saktah ini terletak di Q.S. Al-Qiyamah [75]: 27 dan terletak di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menjelaskan adanya dua kata yaitu (مَنْ) yang artinya siapa dan (رَاقٍ) yang bermakna menyembuhkan.
Adapun bacaan saktah pada QS. Al-Qiyamah ayat 27 menggambarkan ekspresi orang-orang yang menumpukan harapan hidup kepada para medis. Toh nyatanya para medis tak bisa mengobati penyakit yang terdapat pada dirinya sendiri. Buktinya dokter jantung pasti punya riwayat sakit jantung dan sudah pernah pasang ring (kalau tak percaya, tanyakan ke para dokter).
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca Al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah) maka makna ayat menjadi bermasalah karena kedua kata, yakni (مَنْ) dan (رَاقٍ), seolah-olah menjadi satu kata (مَرَّاق).
Saktah pada lafadz (بَلْ)
– كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.
Saktah ini terletak di Q.S. Al-Muthaffifin [83]: 14 dan terletak di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menjelaskan adanya dua kata yaitu (بَلْ) yang artinya tetapi dan (رَانَ) yang bermakna menutupi.
Demikian halnya bacaan saktah pada QS. Al-Mutaffifin ayat 14 menggambarkan ekspresi orang-orang yang memilih lari dari kebenaran iman. Mereka pada akhirnya merasa sesak nafas di dadanya sebagai bentuk penyesalan atas apa yang dilakukan semasa hidup di dunia.
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca Al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah), maka makna ayat menjadi bermasalah karena kedua kata, yakni (بَلْ) dan (رَانَ), seolah-olah menjadi satu kata (بَرَّان), Jadi, ekspresi dalam mengaji Al-Qur’an itu penting. Membaca Al-Qur’an tidak cukup dilakukan dalam hati akan tetapi juga perlu berekspresi.
Pembahasan saktah ini tidaklah begitu banyak, dikarenakan di Al-Qur’an hanya beberapa tempat saja seperti yang dijelaskan diatas.
Jika artikel ini ada kekeliruan atau berlebihan atau ingin bertanya lebih lanjut, dapatlah kiranya memberikan masukan atau saran melalui kontak penulis.
Jazakallahu Khairan
< Demikian >
0 Response to "Hukum Saktah"
Post a Comment