Mengenal Tajwid
Segala puji bagi Allah tak hentinya kita lafazkan, karena begitu banyak nikmat yang sudah diberikan, nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat sehat wabil khusus nikmat diberikanya usia kita sekarang untuk membaca Artikel ini, dan semoga di usia sekarang kita selalu di mudahkan Istiqomah untuk beribadah dan beramal jariyah, Amin
Sholawat dan salam juga kita lantunkan kepada junjungan kita, Baginda nabi Muhammad SAW, karena dengan tuntunan serta bimbinganya, baik itu mengenai Tauhid maupun Aqidah Akhlak serta adab hubungan sesama manusia, akhirnya kita dapat keluar dari zamanya Jahiliyah (kegelapan) hingga sekarang ini.


Ketika Al-Qur’an diturunkan pada masa itu belum ada kewajiban bagi umat muslim untuk mempelajari ilmu Tajwid, hal tersebut dikarenakan Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, dimana diketahui bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa keseharian mereka, jadi bisa dikatakan tidak mempunyai kesulitan sama sekali dalam melafazkan huruf-huruf yang ada di Al-Qur’an.
Akan tetapi pada saat (orang-orang asing) mulai masuk islam, muncullah masalah baru, yakni masalah tentang melafazkan huruf. Karena ketika mereka mambaca Al-Qur’an ada beberapa huruf atau diaelek yang tidak terdapat dalam bahasa mereka, seperti kita ketahui apabila melafazkan huruf pada bacaan Al-Qur’an ketika salah pengucapanya maka berubah pula arti dan maknanya.
Dari kejadian diatas saai itu, maka para sahabat pada masa khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, ketika banyak orang asing masuk islam, beliau sangat memperhatikan hal ini, kemudian khalifah ‘Ali bin Abi Thalib memerintahkan para ahli pembaca Al-Qur’an, penghapal Al-Qur’an dan ahli hukum islam saat itu untuk meletakkan alamat atau tanda yang bisa menjadi patokan bagi pembaca Qalam ilahi tersebut, dengan kata lain agar bacaan yang suci dapat dibaca dengan mudah oleh semua orang dan terjaga kemurnianya.“
Aku belajar membaca Al~Qur’an dan mentadaburkanya, bukan karena ketampanan, karena sadar ketampanan saja tidaklah cukup untuk menjadi pilihan istri Sholehamu, begitu juga sebaliknya”.
Kaum Milenial merupakan cikal-bakal menjadi pengganti kepemimpinan bangsa ini nantinya, jika mereka dekat dan mencintai Al~Qur’an, insyallah akan menjadi pemimpin yang amanah, karena terikat aturan didalam Al~Qur’an.
Dari peristiwa kejadian tersebut maka munculah sebuah cabang ilmu yang disebut ilmu “Nahu”- yaitu agar orang-orang bersandar pada ilmu Nahu dalam melafazkan bahasa arab, singkat cerita setelah berjalanya waktu ilmu Nahwu sudah banyak tersebar dan di pelajari banyak orang, namun tidak sampai disitu saja dan muncul lagi perbedaan melafazkan bacaan, seperti contoh kalimat ” Warasuluh” tetapi ada juga yang melafazkanya dengan kalimat “Warasulih” tanpa melihat tujuan kalimat sebelum dan seudahnya.
Kejadian diatas mungkin penyebab utamanya adalah pengucapan atau dialek setiap suku atau kabilah, memang tidak begitu banyak perbedaanya hanya pada harqat bacaanya saja, namun maksud dan artinya pasti sangat jauh berbeda bahkan lebih jauhnya lagi sangat menyimpang dari maksud dan tujuan bacaan tersebut, singkat cerita masih di jaman Khalifa (‘Ali bin Abi Thalib) maka munculah yang namanya “Ilmu Tajwid”.
Dimana ilmu tajwid ini fungsinya, untuk mempermudah pembaca Al-Qur’an berdasarkan kaidah-kaidah atau pedoman (ukuran), baik itu tanda kasrah, dhomah , tanwin, tasydid dan lain sebagainya dalam melafazkanya, seperti contoh dibawah ini :

Huruf Hijaiyah diatas adalah pedoman dasar dalam membaca Al-Qur’an, seperti pada warna lingkaran sesuai warnanya diatas, disini menandakan ada huruf-huruf jika di lafazkan hampir mendekati persamaanya, seperti pada huruf “Djal”, huruf yang berdekatan padanya adalah ” Dzai dan Dho” cara melafazkanya mesti sesuai sifat huruf tersebut, tidak boleh setiap ketemu huruf “Djal” dibaca “Dzai apalagi Dho” begitu juga sebaliknya.
Begitu juga dengan huruf ” Sin”, huruf yang berdekatan padanya adalah ” Syin, Tsa dan Shod” cara melafazkanya mesti sesuai sifat huruf tersebut, tidak boleh setiap ketemu huruf “Sin” dibaca ” Syin atau Tsa apalagi Shod” begitu juga sebaliknya.

Memang sepele dan tidak begitu kelihatan perbedaanya, namun ketika sudah terbentuk sebuah kalimat dan tertukar huruf diatas, maka berubahlah arti dari ayat tersebut, seperti contoh bacaan fatiha ayat 5 dibawah ini :

Artinya “Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ketika melafazkanya huruf “Djal” kalimat “Aladji” tertukar menjadi huruf “Zai” menjadi “Alazi” maka arti atau makna dari ayat tersebut juga berubah, begitu pula pada huruf “Ta” pada kalimat “Ta’alihin” tidak boleh menggantinya dengan hururf “Tho” menjadi “Tho’alaihim”, dan masih banyak lagi contoh yang lainya.

Note :
Walaupun pada saat membaca wirid usai sholat dengan kalimat Thayyibah, baik itu kalimat, Tasbih, Tahmid apalagi kalimat Taqbir karena ada lafaz “Allah”, tidak boleh terburu-buru atau terlalu cepat, dikhawatirkan banyak huruf yang tertukar pada saat melafazkanya, singkat cerita ketika seseorang mengerti arti yang dibacakanya itu kalimat Thayyibah, mustahi mereka membaca dengan cepat.
Bacalah dengan “Tartil” jangan meniru bacaan anak-anak yang baru mengenal bacaan Al-Quran, dimana titik dan komanya, termasuk huruf-hurufnya masih belum memahami.
Jika artikel diatas ada yang keliru atau berlebihan atau perlu penambahan, sudilah kiranya memberikan saran dan pendapat di kontak penulis, atau bisa berkomunikasi by email.
Jazakallahu Khairan
< Demikian >
0 Response to "Mengenal Tajwid"
Post a Comment